Osama Bin Laden. TEMPO/Machfoed Gembong
Washington - Setelah pemimpin Al-Qaidah Usamah bin Ladin tewas Ahad lalu, kekhawatiran terhadap aksi teroris belum juga surut. "Bin Ladin telah mati, tapi Al-Qaidah belum. Kita harus bersiap menghadapinya," kata Direktur Dinas Rahasia Amerika Serikat CIA Leon Panetta.
Peringatan Panetta itu bukan tanpa alasan. Beberapa hari sebelum digelarnya Operasi Elvis, julukan yang diberikan CIA terhadap operasi penangkapan Usamah bin Ladin, WikiLeaks membocorkan data tahanan terorisme di Guantanamo. "Al-Qaidah menyembunyikan sebuah bom nuklir di Eropa dan akan diledakkan bila Usamah Bin Ladin tertangkap atau tewas," demkian bunyi dokumen yang dilansir WikiLeaks seperti dimuat The Telegraph. Bukan cuma bom nuklir, tapi Al-Qaidah juga berencana memakai bom kimia. "Abu al-Libi punya informasi tentang ini." Abu Faraj al-Libbi, 40 tahun, adalah kepala operasi Al-Qaidah yang ditangkap pada 2005 setelah tinggal setahun di Abbottabad.
Pemerintah Amerika Serikat tak peduli dengan ancaman serangan balas dendam dari para pendukung Usamah. Kemarin, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton memberikan peringatan keras kepada kaum Taliban di Afganistan. "Anda tak bisa menunggu kami keluar (menyerang). Anda tak akan bisa mengalahkan kami," kata Hillary. Dia meminta Taliban segera meninggalkan Al-Qaidah dan masuk ke proses politik.
Hillary berkata keras setelah dia menyaksikan serangan fajar pasukan elite Angkatan Laut AS, Navy Seals yang menyerbu rumah Usamah. Hilarry menyaksikan siaran langsung via satelit itu bersama Presiden AS Barack Obama dan sejumlah petinggi militer. Siaran itu menampilkan tayangan langsung yang didapat dari kamera yang ada di helm para prajurit di Abbottabad yang berjarak 11.200 kilometer dari Gedung Puting. Detik per detik operasi dramatis itu disaksikan Obama.
"Semenit rasanya seperti sehari," kata seorang Kepala Antiterorisme Gedung Putih John Brennan.
tags: osama bin ladin , kematian osama bin ladin , nuklir , pendukung bin ladin